Geger! Mahasiswa Kedokteran Demo Besar-besaran, Tolak Kebijakan Kemenkes

Sejumlah fakultas kedokteran (FK) ternama di Indonesia, termasuk FK Universitas Padjajaran, FK Universitas Indonesia, FK Universitas Airlangga, FK Universitas Sebelas Maret, FK Universitas Hasanuddin, dan FK Universitas Gunadarma, mengungkapkan keprihatinan terkait perubahan dalam pengelolaan kolegium kedokteran. Perubahan ini, yang dipicu oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap pendidikan kedokteran dan, pada akhirnya, pelayanan kesehatan kepada pasien.
Protes yang dilayangkan para guru besar berpusat pada pengaruh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terhadap kolegium. Meskipun regulasi mengharuskan keterlibatan guru besar, beberapa FK merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting.
Polemik Pengelolaan Kolegium Kedokteran
Kekhawatiran utama para guru besar berkaitan dengan potensi pelemahan independensi kolegium. Mereka mempertanyakan posisi strategis pimpinan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) dan Majelis Disiplin Profesi (MDP) yang diisi oleh mantan pejabat Kemenkes.
Hal ini, menurut mereka, menunjukkan bahwa kendali atas kolegium masih berada di tangan Kemenkes, berpotensi mengganggu objektivitas dan kualitas pendidikan kedokteran.
Kemenkes sendiri membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa pembentukan kolegium saat ini jauh lebih independen dibandingkan sebelumnya.
Mereka beralasan bahwa regulasi baru menempatkan kolegium di bawah KKI dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, sehingga independensi lebih terjamin.
Kritik terhadap Narasi Menteri Kesehatan dan Desakan Evaluasi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin secara terbuka membahas polemik di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), menyinggung masalah bullying yang dianggap sudah menjadi budaya.
Namun, Guru Besar FKUI Prof. Fahrial Syam dan 158 guru besar lainnya menyayangkan narasi tersebut. Mereka menilai pernyataan tersebut terlalu dibesar-besarkan dan berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap profesi dokter.
Lebih lanjut, sekitar 100 Guru Besar FK Unpad dan staf pengajar menuntut evaluasi terhadap kinerja Menteri Kesehatan.
Mereka menilai Menteri Kesehatan secara berlebihan mengambil alih fungsi desain dan pengelolaan pendidikan tenaga medis, termasuk pembentukan kolegium tanpa melibatkan organisasi profesi dan universitas.
Mereka juga menentang penyederhanaan jalur kompetensi profesi medis dan kemudahan kelulusan melalui program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit (RSPPU).
Protes Mutasi Dokter dan Desakan Peninjauan UU
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) turut menyuarakan keprihatinan. Mereka memprotes mutasi sejumlah dokter yang dinilai sepihak dan pernyataan Menteri Kesehatan yang dianggap merendahkan profesi dokter.
FK Unair mencatat mutasi masif tenaga kesehatan, termasuk dokter pendidik, tanpa konsultasi memadai dengan institusi pendidikan dan organisasi profesi.
Mereka mendesak peninjauan ulang UU No. 17 Tahun 2023 dan turunannya yang dianggap mengganggu sistem pendidikan kedokteran.
Menanggapi hal ini, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes belum memberikan komentar resmi.
Secara keseluruhan, protes dari berbagai fakultas kedokteran ini menunjukkan keprihatinan yang serius terhadap arah kebijakan pengelolaan pendidikan kedokteran di Indonesia. Perdebatan ini menyorot pentingnya keseimbangan antara upaya perbaikan sistem dan perlindungan independensi dunia pendidikan kedokteran demi terjaminnya kualitas pelayanan kesehatan di masa mendatang. Ke depannya, dialog konstruktif antara Kemenkes, perguruan tinggi kedokteran, dan organisasi profesi sangat diperlukan untuk menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak dan, yang terpenting, berdampak positif bagi masyarakat.