Rahasia Naturalisasi Pemain Jepang Sejak 1970 Terungkap

Jepang, negara yang dikenal dengan sepak bolanya yang disiplin dan terorganisir, ternyata juga aktif melakukan naturalisasi pemain. Praktik ini, jauh dari sorotan publik internasional, telah berjalan sejak tahun 1970-an, membentuk tim nasional “Samurai Biru” yang kaya akan keberagaman.
Kebijakan naturalisasi di Jepang ini menarik untuk dibandingkan dengan Indonesia, yang baru gencar melakukan naturalisasi pemain dalam beberapa tahun terakhir di bawah arahan pelatih Shin Tae-yong. Perbedaan waktu implementasi ini menunjukkan pendekatan yang berbeda dalam pengembangan sepak bola kedua negara.
Sejarah Panjang Naturalisasi Pemain di Jepang
Berbeda dengan Indonesia yang relatif baru gencar melakukan naturalisasi pemain, Jepang telah menerapkan kebijakan ini sejak 1970.
Nama Nelson Yoshimura, pemain generasi kedua keturunan Brasil, menjadi pemain naturalisasi pertama yang membela tim nasional Jepang.
Keberhasilannya membuka jalan bagi pemain naturalisasi lainnya, seperti Ruy Ramos yang berperan penting dalam kemenangan Jepang di Piala Asia 1992.
Wagner Lopes menjadi pemain naturalisasi Jepang pertama yang tampil di Piala Dunia pada tahun 1998.
Ia diikuti oleh Alessandro Santos (2002 dan 2006), dan Marcus Tulio Tanaka yang menjadi bek andalan di Piala Dunia 2010.
Sejak saat itu, pemain naturalisasi terus berkontribusi signifikan bagi sepak bola Jepang.
Penerimaan Positif dari Pendukung Sepak Bola Jepang
Menariknya, penerimaan publik Jepang terhadap pemain naturalisasi terbilang positif.
Michael Plastow, penulis sepak bola veteran, mencatat rasa terima kasih yang ditunjukkan oleh para penggemar terhadap kontribusi pemain naturalisasi bagi tim nasional.
Hal ini berbeda dengan beberapa negara lain yang terkadang masih diwarnai kontroversi terkait isu identitas dan nasionalisme dalam konteks naturalisasi atlet.
Tantangan Identitas dan Mikroagresi
Meskipun penerimaan secara umum positif, pemain naturalisasi di Jepang tetap menghadapi tantangan, terutama terkait identitas.
Survei nasional menunjukkan bahwa banyak warga Jepang keturunan campuran (haafu) mengalami mikroagresi dan bahkan perundungan.
Musashi Suzuki, penyerang keturunan Jamaika, menceritakan pengalamannya seringkali dijauhi orang lain di kereta yang penuh sesak.
Pengalaman serupa juga dialami Zion Suzuki, yang bahkan menjadi sasaran komentar rasis saat Piala Asia 2023.
Meski demikian, para pemain ini tetap bangga membela Jepang, merasa sepenuhnya menjadi bagian dari negara tersebut.
Zion Suzuki, misalnya, memilih untuk menyuarakan pengalamannya demi mendorong empati dan pemahaman terhadap anak muda berdarah campuran di Jepang.
Hal ini menunjukkan adanya kesadaran dan upaya untuk mengatasi isu diskriminasi.
Pemain lainnya, Kein Sato, yang memiliki darah Kolombia dan Jepang, menyatakan kesiapannya berjuang sepenuh hati untuk tim nasional, menunjukkan komitmen dan rasa kebangsaan yang kuat.
Tren pemain berdarah campuran di Jepang juga meningkat, menandakan evolusi tim nasional dan perubahan sosial yang terjadi di negeri sakura. Nama-nama seperti Leo Brian Kokubo, dengan tinggi badan di atas 190 cm, menunjukkan potensi besar masa depan sepak bola Jepang.
Kisah para pemain naturalisasi di Jepang, baik yang sukses maupun yang menghadapi tantangan, memberikan gambaran yang kompleks tentang integrasi, identitas, dan semangat nasionalisme dalam dunia sepak bola modern. Meskipun ada tantangan, kontribusi mereka yang signifikan untuk tim nasional menunjukkan bahwa keberagaman dapat menjadi kekuatan.