Berita

Raja Ampat: Nikel vs. Surga, Untung Rugi Eksplorasi Pulau Kecil?

Pencabutan izin empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat oleh pemerintah Indonesia menimbulkan pertanyaan besar mengenai dampak lingkungan dan ekonomi pertambangan di pulau-pulau kecil. Keputusan ini, meski disambut positif oleh sebagian pihak, juga menyoroti potensi ancaman serupa di lebih dari 35 pulau kecil lainnya di Indonesia.

Pemerintah mengklaim memperoleh pendapatan signifikan dari sektor mineral dan batu bara. Namun, angka tersebut dipertanyakan oleh beberapa pihak yang menekankan kerugian lingkungan yang jauh lebih besar. Artikel ini akan membahas perkembangan terkini kontroversi pertambangan nikel di Raja Ampat, jumlah pulau kecil yang terancam, serta analisis untung rugi pertambangan di pulau kecil secara menyeluruh.

Pencabutan Izin Tambang Nikel di Raja Ampat: Sebuah Langkah Maju?

Pemerintah Indonesia telah mencabut izin usaha pertambangan empat perusahaan di Raja Ampat. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham.

Alasan pencabutan izin adalah dampak lingkungan dan pelanggaran teknis, termasuk aktivitas di kawasan geopark. Hanya PT Gag Nikel, perusahaan milik negara, yang izinnya dipertahankan, namun dengan pengawasan ketat.

Keputusan ini menimbulkan perbedaan pendapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang menyatakan operasional PT Gag Nikel berada di kawasan hutan lindung dan pulau kecil. KLH berencana meninjau ulang izin lingkungan dan memerintahkan pemulihan dampak ekologis.

Ancaman Tambang terhadap Pulau-Pulau Kecil di Indonesia

Indonesia memiliki ribuan pulau kecil, dan setidaknya 35 di antaranya terancam oleh aktivitas pertambangan. Data ini berasal dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Di pulau-pulau kecil tersebut, terdapat 195 izin usaha pertambangan dengan luas konsesi mencapai 351.933 hektare. Banyak dari aktivitas pertambangan ini dilakukan dengan dalih pembangunan dan pembangunan hijau.

Pulau Kabaena di Sulawesi Tenggara menjadi contoh nyata dampak negatif pertambangan. Sekitar 73% wilayah pulau tersebut telah diberikan izin pertambangan, mengakibatkan penggundulan hutan dan pencemaran laut.

Selain pertambangan, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan mencatat hingga pertengahan 2023, setidaknya 226 pulau kecil telah diprivatisasi untuk berbagai kepentingan, termasuk pariwisata dan pertambangan.

Analisis Untung-Rugi Pertambangan di Pulau Kecil

Kerusakan ekologis yang tak terpulihkan menjadi risiko utama pertambangan di pulau kecil. Pulau-pulau kecil memiliki fungsi ekologis vital sebagai benteng pesisir dan habitat berbagai spesies.

Hilangnya mata pencaharian nelayan dan petani pesisir juga menjadi dampak negatif yang signifikan. Masyarakat juga rentan terhadap gangguan kesehatan akibat paparan limbah dan logam berat.

Kemiskinan struktural muncul karena masyarakat kehilangan lahan produksi dan bergantung pada pekerjaan tambang yang tidak menentu. Bahkan, puluhan warga telah menghadapi tuntutan hukum karena menolak proyek pertambangan.

Kerusakan lingkungan juga berdampak pada penurunan nilai kontribusi alam (NCP). Nilai ekonomi dari ekosistem seperti penyediaan pangan, pariwisata, dan penyerapan karbon hilang.

Pulau kecil seringkali menjadi pusat keanekaragaman hayati, termasuk spesies endemik yang terancam punah. Aktivitas pertambangan mengancam kelangsungan hidup spesies tersebut dan merusak habitatnya.

Pendapatan negara dari sektor pertambangan memang signifikan, tetapi angka tersebut perlu dikaji ulang. Kerugian ekonomi akibat kerusakan lingkungan bisa jauh lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh.

Studi Celios memperkirakan kerugian akibat industri pertambangan mencapai Rp 60 triliun per tahun, meliputi deforestasi, pencemaran, dan biaya kesehatan. Angka ini menunjukkan bahwa keuntungan ekonomi pertambangan tidak sebanding dengan kerugian lingkungan dan sosial yang ditimbulkan.

Perlu perencanaan yang matang dan berkelanjutan untuk mengelola sumber daya alam di pulau kecil. Keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan sangat penting demi masa depan Indonesia.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button