Dedi Mulyadi Larang Rapat Hotel? Imbauan PHRI Jabar Tuai Protes

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tetap teguh pada keputusannya melarang rapat pemerintah digelar di hotel, meskipun Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah memberikan izin. Keputusan ini menimbulkan reaksi dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat yang merasa kebijakan tersebut berdampak negatif pada sektor perhotelan. PHRI Jabar berharap pemerintah daerah dapat mempertimbangkan kembali larangan tersebut.
PHRI Jawa Barat menyampaikan ketidakmampuannya untuk memaksa Gubernur Dedi Mulyadi mencabut larangan tersebut. Mereka hanya bisa mengimbau agar imbauan Mendagri untuk mengizinkan rapat di hotel dapat diikuti oleh pemerintah daerah di Jawa Barat.
Tanggapan PHRI Jabar atas Larangan Rapat di Hotel
Ketua PHRI Jawa Barat, Dodi Ahmad Sofiandi, menyatakan pihaknya tidak bisa memaksa Gubernur untuk mengubah kebijakannya. PHRI Jabar hanya dapat menyampaikan imbauan dan berharap larangan tersebut dicabut.
Dodi menekankan pentingnya peran industri hospitality dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Larangan tersebut, menurutnya, berdampak buruk pada sektor perhotelan yang masih berjuang pulih pasca pandemi Covid-19.
PHRI Jabar berharap besar agar pemerintah daerah kembali menggunakan hotel dan restoran untuk kegiatan rapat dan acara lainnya. Hal ini dinilai penting untuk keberlangsungan usaha perhotelan di Jawa Barat.
Dampak Ekonomi dan Penutupan Hotel
Kebijakan efisiensi anggaran yang menjadi dasar larangan tersebut justru dinilai memukul sektor perhotelan. Minimnya okupansi akibat larangan ini telah memaksa beberapa hotel di Jawa Barat untuk menutup operasionalnya.
Setidaknya tiga hotel di Jawa Barat terpaksa gulung tikar karena dampak langsung dari kebijakan tersebut. PHRI Jabar khawatir akan ada lebih banyak hotel yang bernasib sama jika larangan ini tetap diberlakukan.
Alasan Gubernur Dedi Mulyadi dan Alokasi Anggaran
Gubernur Dedi Mulyadi beralasan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk rapat di hotel akan dialihkan untuk pemenuhan pelayanan dasar masyarakat dan pembangunan infrastruktur. Pemprov Jabar masih memiliki utang kepada BPJS senilai Rp 360 miliar dan berkomitmen untuk menjamin pendidikan anak-anak hingga SMA.
Dengan demikian, efisiensi anggaran menjadi prioritas utama Pemprov Jabar. Gubernur menekankan pentingnya penggunaan fasilitas gedung kantor yang sudah ada untuk menekan pengeluaran. Ia meminta seluruh bupati dan wali kota untuk mengikuti kebijakan ini.
Upaya efisiensi ini dinilai penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Jawa Barat. Prioritas pembangunan infrastruktur dan pelunasan utang menjadi alasan utama di balik kebijakan tersebut.
Pemprov Jabar tengah berupaya untuk menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Keputusan ini merupakan langkah yang dinilai perlu untuk mencapai keseimbangan tersebut.
Meskipun terdapat dampak negatif pada sektor perhotelan, Gubernur Dedi Mulyadi berpendapat bahwa langkah ini diperlukan untuk kepentingan yang lebih luas. Prioritasnya adalah pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan pembangunan infrastruktur.
Pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi yang meminta seluruh bupati dan wali kota untuk menggunakan fasilitas gedung kantor pemerintah menunjukkan keseriusan Pemprov Jabar dalam menjalankan kebijakan efisiensi anggaran. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memprioritaskan pelayanan publik.
Kesimpulannya, perdebatan antara kebijakan efisiensi anggaran Pemprov Jabar dengan dampaknya pada sektor perhotelan masih terus berlanjut. PHRI Jabar berharap ada solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, sehingga sektor perhotelan dapat tetap berkontribusi pada perekonomian Jawa Barat tanpa mengabaikan prioritas pembangunan lainnya. Ke depan, diperlukan dialog yang lebih intensif antara Pemprov Jabar dan PHRI Jabar untuk mencari solusi yang saling menguntungkan.