Polisi Lepas Terduga Maling Motor Situbondo: Babar Belur Diamuk Massa

Seorang pria berusia 24 tahun, RS, warga Kecamatan Bangsalsari, Jember, menjadi korban penganiayaan warga di Situbondo. Kejadian bermula di depan Toko Apollo, Jalan Irian Jaya, Kelurahan Mimbaan, Kecamatan Panji, pada Kamis (12/6/2025). Warga mengira RS mencuri sepeda motor karena terlihat memegang kendaraan tersebut. Tuduhan ini memicu amuk massa yang terekam dalam video handphone warga.
RS, Korban Amuk Massa yang Mengidap Gangguan Jiwa
Polisi dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Situbondo, AKP Agung Hartawan, menjelaskan bahwa RS ternyata mengidap gangguan jiwa. Kesimpulan ini didapat setelah pemeriksaan saksi dan keluarga korban. Polisi mengamankan RS, bukan menangkapnya sebagai tersangka pencurian.
Penyelidikan mendalam mengungkapkan riwayat gangguan jiwa RS. Kondisi ini diakibatkan trauma masa kecil dan terbatasnya akses perawatan kesehatan mental karena kendala biaya.
Kronologi Kejadian: Perjalanan dari Jember Hingga Situbondo
RS berangkat dari Jember menuju Surabaya pada 11 Juni 2025 bersama temannya untuk mengantar barang. Setelah menyelesaikan tugas tersebut, RS dihubungi keluarganya untuk mengantar barang lagi ke Bali.
Namun, RS menolak melanjutkan perjalanan ke Bali dan meminta pulang ke Jember. Ia bahkan nekat melompat dari kendaraan dan masuk ke rumah warga. Hal ini kemudian memicu kesalahpahaman dan amuk massa.
Teman RS berhasil menenangkan massa dan mengajaknya kembali naik kendaraan. Karena terus meminta pulang ke Jember, teman RS akhirnya menurunkannya di Jalan Raya Panji, Situbondo, dan memberinya ongkos.
Pada saat sendirian, RS kemudian terlihat naik sepeda motor warga. Hal ini disalahpahami sebagai pencurian dan mengakibatkan dirinya kembali menjadi sasaran amuk massa.
Mediasi dan Penghentian Proses Hukum
Setelah kejadian, pihak kepolisian melakukan mediasi antara pelapor dan keluarga RS. Hasilnya, pelapor memaafkan RS dan kedua belah pihak sepakat untuk tidak melanjutkan proses hukum.
Mediasi tersebut ditandai dengan surat pernyataan damai. Kini, RS dikembalikan kepada keluarganya untuk mendapatkan perawatan kesehatan jiwa yang dibutuhkan. Kasus ini menjadi pelajaran penting mengenai pentingnya penanganan kasus dengan mempertimbangkan kondisi kejiwaan terduga pelaku.
Pihak kepolisian menekankan pentingnya menahan diri dan tidak main hakim sendiri. Kejadian ini seharusnya menjadi pembelajaran bersama agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Penyelesaian masalah harus melalui jalur hukum yang tepat dan mempertimbangkan aspek kemanusiaan. Semoga kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian terhadap individu dengan gangguan jiwa.