Indonesia Borong Jet Tempur: Media Internasional Tercengang

Indonesia tengah menjadi sorotan dunia karena aktifnya dalam pengadaan jet tempur dari berbagai negara. Media asing, seperti EurAsian Times, menyebut Indonesia tengah melakukan “belanja besar-besaran” jet tempur untuk memodernisasi armada udaranya yang sudah mulai uzur. Langkah ini menarik perhatian karena melibatkan sejumlah negara pemasok senjata terkemuka di dunia.
Indonesia tidak hanya berfokus pada satu jenis pesawat tempur, tetapi mengeksplorasi berbagai pilihan untuk memenuhi kebutuhan pertahanan udaranya. Strategi diversifikasi ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada satu pemasok dan memperkuat kemampuan pertahanan negara.
Akuisisi Jet Tempur KAAN dari Turki
Pada 11 Juni 2025, Presiden Joko Widodo menandatangani kontrak pembelian 48 unit jet tempur generasi kelima KAAN buatan Turki. Kesepakatan senilai 10 miliar dollar AS ini menjadikan Indonesia sebagai pelanggan ekspor pertama pesawat tempur canggih tersebut.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan kesepakatan ini melalui media sosial X. Ia menekankan kerja sama yang erat antara kedua negara sahabat.
Produksi 48 unit KAAN akan dilakukan di Turki dan diekspor ke Indonesia. Kesepakatan ini juga mencakup transfer teknologi dan keterlibatan industri pertahanan lokal Indonesia dalam proses produksi selama 10 tahun ke depan.
Negosiasi Lanjutan dengan Rusia untuk Su-35
Setelah kunjungan ke Turki, Presiden Jokowi dijadwalkan mengunjungi Rusia pada 18-20 Juni 2025 untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin. Kunjungan ini akan membahas kerja sama bilateral, isu-isu kawasan, dan global.
Media asing berspekulasi bahwa salah satu topik utama adalah potensi pembelian jet tempur Su-35 buatan Rusia. Pembicaraan mengenai pembelian 11 unit Su-35 sempat terhenti pada tahun 2018 karena sanksi AS dan keterbatasan anggaran.
Meskipun demikian, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, menyatakan pada Januari 2025 bahwa kesepakatan Su-35 masih terbuka. Indonesia dan Rusia memiliki sejarah kerja sama pertahanan yang cukup panjang, sehingga pembicaraan ini diharapkan dapat membuahkan hasil positif.
Kerja Sama dengan Korea Selatan dan Negara Lain
Indonesia juga terus melanjutkan kerja sama dengan Korea Selatan dalam proyek jet tempur KF-21 Boramae. Kerja sama ini sempat terhambat oleh isu keterlambatan pembayaran dan tuduhan pencurian data, namun kini telah ditegaskan kembali dengan penandatanganan kesepakatan baru.
Selain itu, Indonesia telah memiliki kontrak pembelian 42 jet tempur Rafale dari Prancis sejak tahun 2022, dan bahkan berencana menambah jumlahnya. Indonesia juga memiliki nota kesepahaman dengan Amerika Serikat untuk pembelian 24 jet F-15EX.
Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto baru-baru ini mengkonfirmasi adanya tawaran jet tempur J-10C dari Tiongkok. Pemerintah Indonesia masih mengevaluasi tawaran tersebut dari berbagai aspek, termasuk kesesuaian dengan kebutuhan operasional dan integrasi dengan platform yang sudah ada.
Armada Jet Tempur yang Beragam
Jika semua rencana pembelian jet tempur terlaksana, Indonesia akan memiliki armada yang sangat beragam, termasuk Rafale (Prancis), F-15EX (AS), Su-35 (Rusia), KF-21 (Korea Selatan), KAAN (Turki), dan kemungkinan J-10C (Tiongkok).
EurAsian Times menilai strategi diversifikasi ini sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara pemasok. Namun, strategi ini juga berpotensi menimbulkan tantangan dalam hal interoperabilitas, logistik, dan pelatihan.
Tantangan interoperabilitas, logistik, dan pelatihan perlu diantisipasi dengan matang. Integrasi sistem persenjataan dan pelatihan personel dari berbagai negara memerlukan perencanaan yang cermat dan kolaborasi yang efektif.
Indonesia tetap konsisten dengan politik luar negeri bebas aktif, menjaga hubungan baik dengan berbagai negara tanpa memihak dalam konflik internasional. Hal ini menjadi landasan penting dalam kebijakan pertahanan dan pengadaan alutsista.
Langkah Indonesia dalam memodernisasi kekuatan pertahanan udaranya melalui akuisisi jet tempur dari berbagai negara menunjukkan komitmen yang kuat dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional. Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada kemampuan Indonesia dalam mengelola kompleksitas teknis dan logistik yang menyertainya. Ke depan, transparansi dan perencanaan yang matang sangat krusial untuk memastikan efektivitas dan efisiensi pengadaan alutsista ini.