Berita

Reza Pahlavi: Putra Mahkota Iran Tantang Rezim Khamenei, Dekat Israel?

Ketegangan antara Iran dan Israel mencapai puncaknya setelah serangan udara Israel menghantam sejumlah fasilitas militer dan nuklir Iran pada Jumat, 13 Juni 2025. Serangan tersebut memicu balasan dari Iran berupa serangan rudal dan drone ke wilayah Israel. Eskalasi ini menandai babak baru konflik, yang kini telah berkembang menjadi perang terbuka antara kedua negara.

Di tengah gejolak perang, sosok Reza Pahlavi, putra dari Shah Iran terakhir, kembali menjadi sorotan. Pahlavi, tokoh oposisi yang lantang mengkritik pemerintahan Republik Islam Iran, dikenal memiliki hubungan dekat dengan Israel.

Hubungan Iran-Israel di Era Monarki dan Pasca Revolusi

Sebelum Revolusi Iran 1979, Iran di bawah kepemimpinan Mohammad Reza Shah Pahlavi menjalin hubungan yang erat dengan Israel. Kedua negara berbagi kepentingan strategis dan kerjasama di berbagai bidang.

Namun, setelah Revolusi Islam, hubungan tersebut berubah drastis. Rezim baru di Iran memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel dan menjadi musuh bebuyutannya.

Reza Pahlavi, yang kini tinggal di Amerika Serikat, berulang kali menyerukan pentingnya pemulihan hubungan Iran-Israel. Ia bahkan pernah mengunjungi Israel beberapa tahun lalu dan diterima oleh Menteri Intelijen Israel saat itu.

Kunjungan tersebut, di mana Pahlavi menyampaikan harapannya akan kerjasama bilateral, khususnya dalam isu pengelolaan air, menuai beragam reaksi.

Reza Pahlavi: Figur Oposisi yang Kontroversial

Sebagai tokoh oposisi, Reza Pahlavi memiliki basis dukungan kuat di kalangan diaspora Iran, khususnya mereka yang pro-monarki.

Namun, pengaruhnya di dalam negeri dan kalangan muda diaspora masih dipertanyakan. Sebuah analisis dari Foreign Policy Research Institute menilai relevansinya yang terbatas.

Pahlavi, yang tidak pernah memegang jabatan resmi, aktif di berbagai media diaspora dan berupaya memposisikan diri sebagai alternatif kepemimpinan Iran.

Ia turut serta dalam deklarasi pembentukan front persatuan oposisi di Georgetown University pada Februari 2023, yang bertujuan menggulingkan rezim Republik Islam.

Pahlavi secara terbuka menyatakan preferensinya pada sistem republik sekuler, kecuali jika rakyat Iran menginginkan kembalinya monarki.

Warisan Rezim Shah dan Tantangan Gerakan Oposisi

Meskipun berupaya menjadi figur pemimpin masa depan, bayang-bayang masa lalu rezim Shah masih menghantui Reza Pahlavi.

Reputasi SAVAK, polisi rahasia era Shah yang terkenal kejam, dan pembangunan penjara Evin, menciptakan hambatan bagi penerimaan Pahlavi oleh sebagian besar rakyat Iran.

Kunjungannya ke Israel, selain menimbulkan kontroversi, dianggap sebagai kesalahan perhitungan politik. Hal ini menunjukkan kesulitan gerakan oposisi dalam membaca sentimen publik.

Gerakan oposisi Iran membutuhkan lebih dari sekedar sentimen anti-rezim. Kepemimpinan yang kredibel dan strategi yang relevan dengan aspirasi rakyat Iran sangatlah penting.

Reza Pahlavi, meskipun dikenal luas, belum menunjukkan pengalaman kepemimpinan yang memadai untuk memimpin Iran ke masa depan yang lebih baik.

Hubungannya yang dekat dengan Israel, meskipun dianggap sebagai jembatan perdamaian oleh beberapa pihak, tidak selalu selaras dengan aspirasi seluruh rakyat Iran.

Masa depan Iran bergantung pada kekuatan oposisi dari dalam negeri, dukungan diaspora yang solid, dan kepemimpinan yang mampu mempersatukan rakyat.

Perang antara Iran dan Israel menjadi latar belakang yang rumit bagi munculnya kembali figur Reza Pahlavi. Namun, perjalanan panjang menuju perubahan di Iran memerlukan lebih dari sekadar romantisme masa lalu atau tokoh kontroversial. Hal ini menuntut kepemimpinan yang kredibel dan strategi yang berakar pada aspirasi rakyat Iran.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button