Twilio AI: Raih Keuntungan Maksimal, Jaga Empati Pelanggan

Kehadiran kecerdasan buatan (AI) telah merevolusi berbagai sektor dalam tiga tahun terakhir, didorong oleh kesuksesan ChatGPT. Perusahaan teknologi besar berlomba-lomba mengembangkan produk AI sendiri, dan banyak bisnis mengadopsi teknologi ini untuk meningkatkan efisiensi dan personalisasi layanan.
Namun, sebuah laporan terbaru justru mengungkap fakta menarik tentang implementasi AI dalam bisnis. Meskipun AI meningkatkan pendapatan, penerapannya belum sepenuhnya optimal dalam memberikan pengalaman pelanggan yang memuaskan.
Persepsi Konsumen Indonesia terhadap AI: Sentuhan Manusia Masih Diutamakan
Laporan State of Customer Engagement Report 2025 dari Twilio, yang disusun berdasarkan survei lebih dari 7.600 konsumen global dan 600 pimpinan bisnis di Indonesia, menunjukkan temuan yang mengejutkan. 93 persen konsumen Indonesia lebih memercayai merek yang menawarkan interaksi personal dengan manusia.
Meskipun 90 persen bisnis di Indonesia mengalami peningkatan pendapatan berkat AI, mayoritas konsumen merasa personalisasi yang ditawarkan masih minim dan kurang relevan. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara penerapan teknologi AI dan ekspektasi konsumen.
Tantangan Personalasi Berbasis AI: Antara Klaim dan Realita
Irfan Ismail, Regional VP Twilio South Asia & APAC, menjelaskan bahwa 87 persen konsumen Indonesia beralih ke merek lain karena merasa kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Angka ini menggarisbawahi pentingnya personalisasi yang efektif.
Meskipun 94 persen merek mengklaim telah menerapkan personalisasi berbasis AI, hanya 72 persen konsumen yang setuju. Lebih mengejutkan lagi, hanya 10 persen konsumen yang merasakan konsistensi personalisasi dalam interaksi mereka dengan merek tersebut.
Irfan menekankan bahwa AI meningkatkan efisiensi dan pengambilan keputusan berbasis data. Namun, tanpa transparansi dan sentuhan personal dari manusia, kepercayaan konsumen dapat hilang.
Keinginan Konsumen akan Kendali dan Interaksi Manusiawi
Meskipun teknologi AI berkembang pesat, mayoritas konsumen Indonesia masih menginginkan interaksi yang terasa manusiawi. 88 persen konsumen menginginkan interaksi berbasis AI yang terasa seperti berbicara dengan manusia.
Jika chatbot AI gagal menyelesaikan masalah, 67 persen konsumen lebih memilih untuk berbicara langsung dengan agen manusia. Hal ini menunjukkan pentingnya menyediakan opsi dukungan pelanggan yang beragam dan fleksibel.
Transparansi juga menjadi kunci. 64 persen konsumen menginginkan kejelasan apakah mereka sedang berinteraksi dengan AI atau manusia. Selain itu, 86 persen konsumen ingin memiliki kendali atas cara mereka berkomunikasi dengan merek, bukan ditentukan oleh sistem AI.
Loyalitas konsumen mudah hilang. 59 persen konsumen Indonesia akan langsung mencari alternatif jika merasa pengalaman mereka buruk. Lebih dari 40 persen bahkan siap berpindah ke kompetitor jika kecewa. Kesimpulannya, memadukan kekuatan AI dengan sentuhan manusia dan empati adalah kunci memenangkan loyalitas konsumen di era digital ini.
Twilio menyoroti pentingnya keseimbangan antara efisiensi teknologi AI dan sentuhan manusiawi dalam memberikan pengalaman pelanggan yang optimal. Ke depannya, perusahaan perlu fokus tidak hanya pada implementasi AI, tetapi juga pada bagaimana AI dapat digunakan untuk meningkatkan interaksi dan kepuasan pelanggan secara nyata, bukan sekedar klaim.