Gaya Hidup

Misteri Penyakit Jokowi: Benarkah Stevens-Johnson Syndrome yang Mengancam?

Kabar mengenai kondisi kesehatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan menjadi perbincangan hangat. Beredar foto dan video yang memperlihatkan perubahan pada kulit wajah dan lehernya.

Perubahan tersebut muncul setelah kunjungan kenegaraan ke Vatikan. Hal ini memicu spekulasi mengenai kemungkinan gangguan kesehatan dermatologis.

Spekulasi semakin berkembang ketika penyakit Stevens-Johnson Syndrome (SJS) disebut-sebut sebagai penyebabnya. Penyakit ini dikenal dengan dampak serius pada kulit dan jaringan mukosa.

Jokowi baru saja merayakan ulang tahunnya ke-64. Namun, sorotan publik justru tertuju pada kondisi fisiknya.

Klarifikasi Istana Mengenai Kondisi Jokowi

Istana Negara memberikan klarifikasi terkait isu kesehatan Jokowi. Ajudan Presiden, Kompol Syarif Fitriansyah, menegaskan bahwa Presiden dalam kondisi baik.

Kompol Syarif menjelaskan bahwa kondisi tersebut hanyalah alergi kulit ringan akibat perubahan cuaca setelah pulang dari luar negeri. Ia membantah rumor mengenai SJS yang beredar luas.

Presiden tidak menunjukkan gejala khas SJS seperti demam tinggi atau lepuhan parah. Reaksi alergi ringan tersebut muncul beberapa hari setelah kepulangan dari Vatikan dan kini dalam tahap pemulihan.

Mengenal Lebih Dalam Stevens-Johnson Syndrome (SJS)

Stevens-Johnson Syndrome (SJS) adalah kondisi langka dan serius yang menyerang kulit dan membran mukosa. Kondisi ini melibatkan mata, mulut, dan alat kelamin.

Gejalanya biasanya diawali seperti flu, kemudian berkembang menjadi ruam menyakitkan yang melepuh dan mengelupas. Kondisi ini dapat menyebabkan luka yang menyerupai luka bakar.

Ruam merah, lepuhan, dan pengelupasan kulit merupakan gejala lainnya. Jaringan di sekitar mata, bibir, dan organ reproduksi juga dapat terpengaruh.

Penyebab, Faktor Risiko, dan Penanganan SJS

SJS umumnya dipicu oleh reaksi terhadap obat-obatan atau infeksi. Beberapa obat yang dapat memicu SJS antara lain antibiotik sulfa, obat epilepsi, dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID).

Infeksi seperti pneumonia, virus herpes, dan HIV juga dapat menjadi pemicu. Orang dengan daya tahan tubuh lemah memiliki risiko lebih tinggi terkena SJS.

Orang Asia dengan gen HLA-B*1502 memiliki sensitivitas tinggi terhadap obat epilepsi tertentu. Riwayat keluarga dengan SJS juga meningkatkan risiko.

SJS merupakan kondisi darurat medis yang memerlukan penanganan segera di rumah sakit. Penanganan meliputi penghentian konsumsi obat pemicu, perawatan luka, dan pemberian cairan.

Pengobatan antiinflamasi dan pereda nyeri juga diberikan. Jika tidak ditangani dengan tepat, SJS dapat berkembang menjadi toxic epidermal necrolysis (TEN) yang lebih parah dan berpotensi fatal.

Meskipun isu kesehatan Presiden Jokowi telah diklarifikasi, pemahaman tentang SJS tetap penting. Semoga informasi ini bermanfaat bagi pembaca.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button