Berita

Industri Kretek: Ratusan Triliun Rupiah untuk Negara?

Industri kretek Indonesia, pilar ekonomi dan budaya yang signifikan, tengah menghadapi tantangan serius. Tekanan ini, ironisnya, datang tidak hanya dari luar negeri, tetapi juga dari dalam negeri melalui kebijakan yang dinilai merugikan.

Budayawan Mohammad Sobary menyoroti permasalahan ini, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap ancaman sistematis terhadap kedaulatan petani tembakau dan cengkeh.

Tekanan terhadap Industri Kretek dan Kedaulatan Petani

Sobary menyatakan bahwa intervensi legislasi secara sistematis telah menghancurkan kedaulatan petani tembakau dan cengkeh. Hal ini diperparah oleh konspirasi global dan intervensi asing yang semakin kuat.

Ia menyebut tekanan tersebut juga berasal dari dorongan agar pemerintah Indonesia meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC dianggap sebagai bentuk kolonialisme modern yang mengancam kedaulatan bangsa.

Dampak Aksesi FCTC dan Aturan yang Memberatkan

Aksesi FCTC, menurut Sobary, akan berdampak sangat merusak bagi industri kretek nasional. Sebab, pasal-pasal di dalam FCTC bertujuan untuk melarang penyebaran produk hasil tembakau.

Pemerintah, kata Sobary, sudah tepat dengan sikapnya yang menolak untuk meratifikasi FCTC. Hal ini demi menjaga kedaulatan nasional dan melindungi industri kretek.

Industri kretek saat ini juga menghadapi beban regulasi yang sangat berat. Terdapat sekitar 500 peraturan, baik fiskal maupun nonfiskal, yang membebani industri ini. Aturan-aturan tersebut dinilai tidak terintegrasi dan lebih menguntungkan pesaing global.

Akibatnya, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tidak mencapai target. Pada tahun 2024, penerimaan CHT hanya mencapai Rp 216,9 triliun, atau 94,1% dari target Rp 230,4 triliun. Produksi rokok legal pun mengalami penurunan.

Pendapatan Negara dan Manfaat Industri Kretek

Indonesia memiliki sejumlah alasan kuat untuk tidak meratifikasi FCTC. Salah satu alasannya adalah ketergantungan negara terhadap pendapatan dari cukai rokok.

Pada tahun 2024 saja, pendapatan negara dari cukai rokok mencapai angka Rp 216,9 triliun. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya industri ini bagi perekonomian negara.

Selain itu, industri kretek merupakan industri khas Indonesia dengan ciri khasnya tersendiri. Industri ini juga memberikan lapangan kerja bagi jutaan orang.

Diperkirakan sekitar 6 juta orang bergantung pada industri kretek untuk mata pencaharian mereka. Industri ini pun selama ini telah membuktikan ketahanan terhadap berbagai krisis ekonomi.

Rekomendasi untuk Melindungi Industri Kretek

Untuk melindungi industri kretek dan kedaulatan nasional, Sobary memberikan tiga rekomendasi penting.

  • Menolak semua bentuk intervensi untuk meratifikasi FCTC.
  • Menolak produk hukum yang mengancam kedaulatan petani tembakau dan cengkeh, seperti PP 28 tahun 2024 dan Rangkaian Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
  • Melawan segala bentuk gerakan dan konspirasi yang bertujuan menghancurkan industri kretek nasional.

Sobary juga mengimbau masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh gerakan anti-tembakau yang berpotensi merusak kedaulatan nasional.

Perlindungan industri kretek bukan hanya sekadar menjaga pendapatan negara, tetapi juga melestarikan warisan budaya dan menjamin kesejahteraan jutaan rakyat Indonesia yang bergantung pada industri ini. Perlu adanya strategi holistik yang menyeimbangkan kepentingan kesehatan masyarakat dengan keberlanjutan industri ini, tanpa mengorbankan kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button