Cegah Intoleransi: ISKA Dorong Penguatan Pancasila di Indonesia
Ketegangan melanda Kampung Tangkil, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, menyusul protes warga terhadap penggunaan sebuah rumah singgah sebagai tempat ibadah tanpa izin resmi. Peristiwa ini menyoroti kembali pentingnya menjaga toleransi dan persatuan di tengah keberagaman Indonesia.
Presidium Dialog Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan PP Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Restu Hapsari, menyatakan keprihatinannya atas kejadian tersebut. Ia menekankan perlunya memperkuat semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
ISKA Desak Penguatan Literasi Toleransi
Restu Hapsari menyerukan penguatan edukasi dan literasi toleransi serta pluralisme di semua lapisan masyarakat. Hal ini penting untuk mencegah kesalahpahaman dan tindakan intoleransi yang dipicu oleh pemahaman yang keliru tentang keberagaman.
Edukasi berkelanjutan, menurut Restu, akan membangun masyarakat yang saling menghargai perbedaan agama dan kepercayaan. Kerja sama antarumat beragama juga harus diperkuat melalui dialog dan kolaborasi aktif.
Dengan saling berinteraksi, bergotong royong, dan memahami satu sama lain, tembok prasangka diharapkan dapat runtuh dan terbangunlah jembatan persaudaraan yang harmonis.
Pancasila sebagai Landasan Kehidupan Berbangsa
Restu menegaskan bahwa Pancasila dan UUD 1945 harus menjadi pedoman hidup dan landasan konstitusional. Nilai-nilai luhur Pancasila, mulai dari Ketuhanan Yang Maha Esa hingga Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan fondasi yang tak tergantikan.
Setiap tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, merupakan ancaman terhadap keutuhan bangsa dan harus diwaspadai bersama.
Ketua Presidium PP ISKA, Luky Yusgiyantoro, menambahkan bahwa kehadiran negara penting tidak hanya dalam bentuk penindakan, tetapi juga melalui pencegahan dan mediasi konflik. Harapannya, kejadian serupa tidak terulang lagi di masa mendatang.
Protes Warga dan Upaya Mediasi
Puluhan warga menggeruduk rumah singgah di Kampung Tangkil karena diduga digunakan sebagai tempat ibadah tanpa izin. Kejadian ini memicu keresahan di kalangan masyarakat sekitar.
Keresahan warga memuncak ketika ratusan penduduk Desa Tangkil mendatangi rumah tersebut dan mendesak penghentian aktivitas keagamaan. Mereka menginginkan agar rumah tersebut kembali difungsikan sebagai tempat tinggal sesuai perizinan.
Ketua RT 04, Hendra, membenarkan adanya protes tersebut. Warga merasa resah karena rumah tersebut sudah beberapa kali digunakan untuk kegiatan keagamaan, termasuk misa yang dihadiri banyak orang.
Pemerintah desa, melalui Kepala Desa Tangkil Ijang Sehabudin, menyatakan telah melakukan upaya mediasi sejak lama. Rumah tersebut hanya berizin sebagai tempat tinggal, bukan untuk kegiatan keagamaan.
Meskipun telah mendapat teguran, pemilik rumah tetap menggelar kegiatan ibadah. Hal ini menyebabkan warga akhirnya bertindak sendiri karena merasa tidak dihargai.
Pihak desa bersama Muspika, termasuk Babinsa, Bhabinkamtibmas, Kapolsek Cidahu, dan MUI kecamatan, telah berupaya mencegah konflik agama sejak tiga minggu sebelumnya. Namun, kegiatan keagamaan tetap berlanjut hingga memicu protes warga.
Kejadian di Cidahu menjadi pengingat pentingnya dialog, toleransi, dan penegakan hukum dalam menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Penguatan literasi keberagaman dan pemahaman akan nilai-nilai Pancasila menjadi kunci utama untuk mencegah konflik serupa di masa depan. Peran aktif pemerintah dan masyarakat dalam membangun komunikasi dan saling pengertian sangat krusial dalam menjaga keutuhan NKRI.




