Berita

Royalti Musik: Tanggung Jawab Siapa? Penyelenggara Atau Penyanyi?

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Razilu, menegaskan bahwa pembayaran royalti lagu untuk acara komersial menjadi tanggung jawab penyelenggara acara, bukan penyanyi atau musisi. Pernyataan ini disampaikan dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi pada Senin, 30 Juni 2025.

Razilu menjelaskan bahwa UU Hak Cipta telah menunjuk Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai perantara tunggal untuk mengelola pembayaran royalti. Penggunaan lagu untuk tujuan komersial wajib mendapat izin dan pembayaran royalti melalui LMKN.

Tanggung Jawab Pembayaran Royalti

Pasal 23 ayat (5) dan Pasal 87 UU Hak Cipta mengatur bahwa penyelenggara acara komersial cukup membayar royalti satu kali melalui LMKN. LMKN selanjutnya mendistribusikan pembayaran tersebut kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Razilu menyebutkan tarif minimal royalti konser telah ditetapkan sebesar 2 persen dari pendapatan kotor penjualan tiket. Pihak yang bertanggung jawab membayar royalti adalah penyelenggara acara atau pemilik tempat usaha, bukan penyanyi atau musisi, kecuali mereka juga bertindak sebagai penyelenggara.

Setelah pembayaran royalti melalui LMKN, pengguna hak cipta tidak perlu lagi meminta izin langsung dari pencipta lagu atau pemegang hak cipta. Sistem ini dirancang untuk mempermudah proses dan memastikan distribusi royalti yang adil.

Mekanisme Lisensi Langsung

UU Hak Cipta, khususnya Pasal 81, memberikan opsi lisensi langsung (direct licensing) bagi pencipta yang tidak bergabung dengan sistem lisensi menyeluruh (blanket license) melalui LMKN. Namun, Pasal 87 ayat (1) mendorong pencipta untuk bergabung dengan LMK guna mendapatkan imbalan yang adil.

Hakim Konstitusi Arsul Sani mempertanyakan batasan bagi pencipta yang memilih lisensi langsung. Ia meminta pemerintah menjelaskan lebih rinci mengenai mekanisme penetapan tarif dan aturan terkait lisensi langsung.

Arsul Sani menyinggung kekhawatiran akan penyalahgunaan wewenang jika pencipta diberi kebebasan penuh dalam menetapkan tarif dan aturan sendiri dalam lisensi langsung. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut untuk mencegah potensi ketidakadilan.

Latar Belakang Gugatan ke Mahkamah Konstitusi

Sidang di Mahkamah Konstitusi terkait Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dan Nomor 37/PUU-XXIII/2025 membahas permasalahan royalti. Perkara ini digugat oleh sejumlah musisi ternama, termasuk Armand Maulana, Ariel NOAH, dan grup musik T’Koes Band.

Salah satu latar belakang gugatan adalah kasus Once Mekel yang dilarang membawakan lagu Dewa tanpa izin dan pembayaran royalti langsung kepada pencipta lagu. Kasus ini menjadi salah satu pemicu munculnya gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

T’Koes Band dan Saartje Sylvia juga mengajukan gugatan karena dilarang mementaskan lagu-lagu karya Koes Plus sejak 22 September 2023 oleh ahli warisnya. Kasus ini juga menjadi poin penting dalam gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Permasalahan royalti di industri musik Indonesia terus menjadi sorotan. Sidang di Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan solusi yang adil bagi semua pihak terkait.

Penjelasan pemerintah dalam sidang tersebut diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai mekanisme pembayaran royalti dan lisensi langsung, serta memastikan perlindungan hak cipta bagi pencipta lagu dan keadilan bagi pengguna hak cipta. Perkembangan selanjutnya dari sidang ini sangat dinantikan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button