Jakarta: Denda Rp250 Ribu, Aturan Merokok di Tempat Umum Terbaru
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana memberlakukan aturan lebih ketat terkait kebiasaan merokok di ruang publik. Langkah ini diwujudkan melalui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang saat ini sedang dibahas. Aturan ini diharapkan dapat menekan dampak negatif rokok bagi kesehatan masyarakat Jakarta.
Denda Berat dan Sanksi Sosial Menanti Pelanggar Aturan KTR
Ranperda KTR DKI Jakarta mencantumkan sanksi denda hingga Rp250.000 bagi warga yang kedapatan merokok di tempat umum yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, menjelaskan sanksi berupa denda administratif atau kerja sosial dapat diterapkan.
Pelanggar dapat memilih membayar denda sebesar Rp250.000 atau menjalani kerja sosial di lokasi tersebut. Hal ini disampaikan Ani Ruspitawati dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD DKI Jakarta pada Rabu, 11 Juni 2025.
Selain denda bagi perokok, aturan ini juga memberikan sanksi berat bagi pelaku iklan, promosi, atau sponsor rokok. Denda sebesar Rp50 juta mengancam pelaku iklan rokok di seluruh wilayah Jakarta.
Pelanggaran serupa di kawasan KTR dikenakan denda Rp1 juta. Penjual rokok di radius 200 meter dari sekolah atau area bermain anak akan didenda Rp1 juta, dan pemajangan rokok di tempat penjualan berisiko denda Rp10 juta.
Kawasan Tanpa Rokok Diperluas, Smoking Area Harus Memenuhi Syarat
Ranperda KTR menetapkan enam area utama sebagai kawasan bebas rokok. Area tersebut mencakup fasilitas kesehatan, tempat belajar-mengajar, area bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, dan prasarana olahraga.
Batas kawasan tanpa rokok di enam area tersebut adalah batas pagar luar. Tempat kerja, ruang publik terpadu, dan lokasi keramaian wajib menyediakan smoking area.
Smoking area harus memenuhi beberapa kriteria. Area tersebut harus terpisah dari bangunan utama, jauh dari keramaian, dan tidak berada di pintu masuk/keluar. Pemenuhan kriteria ini penting untuk meminimalisir paparan asap rokok bagi masyarakat.
Dukungan dan Tantangan Implementasi Aturan KTR di Jakarta
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Agung, menegaskan bahwa aturan ini bukan larangan total merokok, melainkan pengaturan lokasi merokok. Fasilitas untuk merokok akan tetap disediakan.
Efektivitas aturan ini bergantung pada penegakan hukum dan sosialisasi yang efektif. Ani Ruspitawati menekankan pentingnya konsistensi pengawasan dari Satpol PP dan dukungan dari SKPD teknis.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat 24,1 persen warga Jakarta di atas 10 tahun adalah perokok (sekitar 2,3 juta orang). Angka ini lebih rendah dari rata-rata nasional, namun tetap menjadi perhatian serius.
WHO mencatat 8 juta kematian global setiap tahun akibat rokok, dengan 300.000 kasus di Indonesia. Bahaya perokok pasif juga menjadi alasan kuat untuk pembatasan ini. Kebijakan ini berpotensi menjadi contoh baik bagi daerah lain di Indonesia.
Sosialisasi masif sebelum aturan berlaku sangat penting. Ketersediaan smoking area yang memadai dan ketegasan aparat dalam menindak pelanggar juga krusial. Saat ini, 514 kabupaten/kota di Indonesia sudah memiliki Perda KTR, sementara DKI Jakarta termasuk dalam 45 wilayah yang belum mengadopsinya.
Komitmen bersama pemerintah dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan. Penegakan hukum yang konsisten dan kesadaran warga akan menentukan apakah aturan ini hanya tinggal di atas kertas atau benar-benar membawa perubahan positif. Dukungan dari seluruh pihak sangat penting untuk mewujudkan Jakarta yang lebih sehat dan bebas asap rokok.




