Teknologi

NasDem: MK Curi Kedaulatan Rakyat, Tolak Putusan Pemilu

Partai NasDem menyatakan penolakan keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemisahan pemilihan umum (pemilu) serentak. Mereka menilai putusan tersebut sebagai tindakan yang merampas kedaulatan rakyat. Pernyataan tegas ini disampaikan langsung oleh perwakilan partai dalam konferensi pers. Langkah MK ini menuai kontroversi dan menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai pihak.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat, menyatakan bahwa MK telah bertindak di luar kewenangannya. Putusan ini dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Tuduhan Pencurian Kedaulatan Rakyat

Lestari Moerdijat dengan tegas menyebut putusan MK sebagai “pencurian kedaulatan rakyat”. Hal ini disebabkan perubahan norma dalam UUD 1945 yang menurutnya bukan wewenang MK. Partai NasDem menilai putusan tersebut telah melampaui batas wewenang konstitusional.

MK dinilai tidak memiliki wewenang untuk mengubah norma-norma yang telah tercantum dalam UUD 1945. Putusan yang mengubah sistem pemilu serentak dianggap sebagai tindakan yang melewati batas kewenangan lembaga tersebut.

Putusan MK dan Potensi Krisis Konstitusional

Putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah berpotensi menimbulkan krisis konstitusional, bahkan deadlock konstitusional. Pelaksanaan putusan ini berpotensi melanggar pasal 22B UUD 1945 yang mengatur tentang pemilu serentak setiap lima tahun sekali.

Pasal 22E UUD 1945 secara jelas mengatur pemilu serentak dilaksanakan setiap lima tahun. Sementara, putusan MK menetapkan pemilu nasional dan daerah terpisah dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan. Hal ini menimbulkan inkonsistensi dengan aturan yang sudah ada.

MK Diduga Melanggar Prinsip Hukum dan Kewenangan Legislatif

NasDem menuding MK telah mengambil alih kewenangan legislatif, khususnya dalam hal open legal policy yang merupakan wewenang DPR RI dan Presiden. Selain itu, MK juga dianggap telah melanggar prinsip kepastian hukum.

Dengan mengabulkan sebagian permohonan Perludem, MK dinilai telah bertindak sebagai “legislator negatif”. Hal ini dianggap tidak sesuai dengan sistem hukum demokratis dan melanggar prinsip kepastian hukum yang seharusnya konsisten dan tidak mudah berubah. Keputusan ini juga dinilai tidak didasarkan pada metode moral reading yang tepat dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi.

Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Putusan MK

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Putusan ini mengakomodir sebagian permohonan dari Perludem.

MK memutuskan pemungutan suara untuk pemilu nasional (DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden) dan pemilu daerah (DPRD provinsi/kabupaten/kota, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota) dipisahkan. Jeda waktu antara keduanya minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun 6 bulan.

Putusan ini menimbulkan pro dan kontra. Nasdem mengecam putusan tersebut, sementara pihak lain mungkin memiliki pandangan berbeda.

Perdebatan mengenai putusan MK ini akan terus berlanjut dan berdampak signifikan terhadap sistem politik di Indonesia.

Dinamika politik pasca putusan MK ini tentu akan menjadi sorotan publik. Dampaknya terhadap pelaksanaan pemilu mendatang perlu dikaji lebih mendalam.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button