Komplotan Love Scam Terbongkar, Tiga Tersangka Ditangkap Polisi
Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus penipuan online yang melibatkan modus *love scam*, penawaran pekerjaan fiktif, dan investasi bodong melalui aplikasi palsu. Tiga tersangka telah ditangkap, dan sedikitnya 21 korban mengalami kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Kejahatan ini menunjukkan bagaimana sindikat kejahatan siber semakin canggih dan berbahaya.
Modus operandi yang digunakan para pelaku sangat terencana dan melibatkan beberapa tahap untuk menipu korban. Komplotan ini berhasil memanfaatkan kepercayaan korban untuk mendapatkan keuntungan finansial yang besar. Polisi berharap penangkapan ini dapat menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam berinteraksi di dunia maya.
Modus Operandi Komplotan Love Scam
Para pelaku menciptakan akun media sosial palsu dengan menggunakan identitas selebriti atau orang-orang berpenampilan menarik. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian calon korban dan membangun kepercayaan.
Setelah korban terpancing dan menjalin komunikasi intens, para pelaku menawarkan pekerjaan daring atau investasi bodong dengan janji komisi tinggi. Korban kemudian diminta untuk menyetor sejumlah uang sebagai deposit awal.
Komisi akan dibayarkan pada transaksi awal untuk memancing korban melakukan deposit lebih besar. Setelah korban menyetor uang dalam jumlah yang signifikan, aplikasi akan diblokir dan pelaku menghilang.
Para pelaku juga menggunakan aplikasi palsu yang menyerupai platform e-commerce ternama, seperti tiruan dari aplikasi Banggood. Aplikasi palsu ini dirancang untuk meyakinkan korban akan kredibilitas investasi atau pekerjaan yang ditawarkan.
Tersangka dan Peran Mereka dalam Sindikat
Tiga tersangka telah ditangkap, yaitu ORM (36), R (29), dan APD (24). ORM berperan sebagai otak komplotan, menyiapkan tempat operasional, membuat akun palsu, dan mengelola keuangan.
ORM memiliki pengalaman sebagai penipu di Kamboja, menunjukkan tingkat kecanggihan dan profesionalisme sindikat ini. Pengalaman tersebut memperkuat kemampuannya dalam melancarkan aksi penipuan.
Tersangka R bertugas meyakinkan korban dengan berpura-pura menjadi layanan pelanggan aplikasi palsu. Ia memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan dan mengarahkan korban untuk berinvestasi lebih banyak.
APD berperan dalam membuat akun media sosial palsu dan membantu meyakinkan korban. Ia bekerja sama dengan tersangka R dalam memanipulasi korban untuk menyetorkan uang lebih banyak.
Penyelidikan Berlanjut dan Tindakan Hukum
Polisi masih memburu satu pelaku lagi berinisial A yang bertanggung jawab membuat situs e-commerce palsu. Pencarian pelaku ini masih terus dilakukan untuk melengkapi rangkaian penyelidikan.
Salah satu korban mengalami kerugian hingga Rp 400 juta. Korban awalnya mendapatkan keuntungan kecil dari transaksi pertama, yang kemudian membuatnya percaya dan menyetorkan uang dalam jumlah besar.
Barang bukti yang disita termasuk komputer, rekening bank, dan ponsel yang digunakan para pelaku dalam menjalankan aksinya. Bukti-bukti ini akan memperkuat proses hukum yang akan dijalani para tersangka.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024. Mereka juga dikenakan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kasus ini menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap modus penipuan online yang semakin beragam dan terorganisir. Penting untuk selalu memverifikasi informasi, tidak mudah percaya pada janji manis di media sosial, dan segera melapor ke pihak berwajib jika merasa menjadi korban penipuan. Peningkatan literasi digital dan kewaspadaan menjadi kunci dalam melindungi diri dari kejahatan siber.




