Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya: Kisah Haru Korban Selamat
Tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada Rabu, 2 Juli 2025, menyisakan duka mendalam bagi banyak keluarga. Kapal yang membawa 53 penumpang, 12 kru, dan 22 kendaraan itu tenggelam dengan cepat, menelan korban jiwa dan meninggalkan puluhan orang hilang.
Kisah perjuangan hidup dan mati para penyintas menjadi sorotan. Di tengah kepanikan dan gelombang ganas, mereka berjuang melawan arus, mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan diri dan orang-orang terkasih.
Kisah Pilu Eka Toniansyah dan Ayahnya
Eka Toniansyah, salah satu penyintas, menggambarkan pengalamannya sebagai “bertaruh dengan maut”. Ia bercerita tentang usaha gigihnya menyelamatkan diri dan ayahnya, Eko Satriyo (51 tahun), saat kapal mulai tenggelam.
Sayangnya, usaha Eka untuk menyelamatkan ayahnya gagal. Ia hanya mampu merangkul tubuh sang ayah yang telah meninggal dunia saat terombang-ambing di tengah gelombang.
Eka bertahan hidup selama lima jam di tengah laut, hingga akhirnya ditemukan oleh nelayan. Ia berhasil diselamatkan dan dibawa ke Pelabuhan ASDP Ketapang.
Istri Eko, Misatun, mengungkapkan kesedihannya yang mendalam. Ia mengenang suaminya sebagai sosok yang penyayang dan perhatian. Pesan terakhir Eko, “istriku sayang, aku minta maaf,” menjadi kenangan pahit yang tak akan pernah dilupakannya.
Detik-Detik Kapal Tenggelam dan Kesaksian Para Penyintas
Menurut kesaksian Eka, kapal tenggelam dengan sangat cepat, sekitar tiga menit. Tidak ada peringatan dari petugas kapal sebelum kejadian.
Para penumpang, termasuk Eka dan ayahnya, berusaha menyelamatkan diri sendiri dengan mengambil pelampung yang tersedia.
Kesaksian serupa disampaikan oleh beberapa penyintas lainnya. Mereka mengaku tidak mendengar pengumuman tentang bahaya yang akan terjadi. Banyak yang selamat berkat jaket pelampung yang mereka raih sebelum kapal tenggelam.
Menteri Perhubungan, Dudy Purwagandhi, menyatakan komitmen pemerintah untuk menginvestigasi penyebab kecelakaan dan mencegah kejadian serupa terulang. Penyelidikan akan dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Pencarian Korban dan Upaya Tim SAR Gabungan
Hingga Sabtu pagi, 5 Juli 2025, tim SAR gabungan telah mengevakuasi 36 orang, terdiri dari 30 penyintas dan 6 korban meninggal dunia. Namun, masih ada 29 orang yang belum ditemukan.
Upaya pencarian terus dilakukan dengan mengerahkan belasan kapal dan helikopter dari berbagai instansi, termasuk TNI AL, Polri, dan Basarnas. Area pencarian diperluas hingga 20 mil laut ke arah selatan dari lokasi kejadian.
Pencarian pada hari-hari sebelumnya sempat terhambat oleh cuaca buruk, jarak pandang terbatas, dan gelombang tinggi. Pada Sabtu, tim SAR akan menggunakan peralatan pencarian bawah laut untuk memperluas jangkauan pencarian.
Kronologi kejadian bermula dari keberangkatan KMP Tunu Pratama Jaya dari Pelabuhan Ketapang pukul 22.56 WIB. Panggilan darurat diterima sekitar pukul 23.20 WIB, dan kapal terlihat tenggelam lima menit kemudian.
Petugas penyelamat yang tiba di lokasi pada pukul 00.18 WIB mengalami kendala karena gelombang laut yang mencapai 2,5 meter.
Kisah Dimas Hadi, seorang pegawai pelabuhan yang ikut dalam pelayaran tanpa tiket, juga menggambarkan perjuangan hidup dan mati para penyintas. Ia berenang berjam-jam di tengah kegelapan dan gelombang tinggi sebelum diselamatkan oleh seorang nelayan.
Setelah diselamatkan, Dimas turut membantu menyelamatkan beberapa orang lainnya, meskipun satu di antaranya ditemukan sudah meninggal. Meskipun mengalami peristiwa traumatis, Dimas menunjukkan ketegaran dengan kembali bekerja sehari setelah kejadian.
Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya menyoroti pentingnya keselamatan pelayaran dan pengawasan yang ketat. Semoga upaya pencarian korban dapat segera membuahkan hasil dan kejadian serupa dapat dicegah di masa mendatang. Doa dan dukungan untuk keluarga korban tetap diperlukan dalam masa sulit ini.




