Berita

Ibu Lumpuh Pasca Caesar, Asuh 4 Anak Putus Sekolah Sendirian

Keheningan menyelimuti rumah sempit di sudut gang Mustika Jaya, Kota Bekasi. Rumah itu tampak suram, tanpa cahaya lampu yang menerangi ruang tamu yang sudah lama gelap gulita. Di dalam, Ratih Raynada (30), terbaring lemah di atas kasur tipis, ditemani empat anaknya yang masih kecil.

Sejak April 2025, kehidupan Ratih berubah drastis. Kelumpuhan total menyerangnya setelah operasi caesar di RSUD Kota Bekasi. Kehilangan kemampuan berjalan, penghasilan sebagai sales, dan suami, belum cukup berat. Yang lebih menyayat hati, keempat anaknya terpaksa putus sekolah karena keterbatasan biaya.

Tragedi Pasca Operasi Caesar: Ratih Raynada dan Perjuangannya

Ratih, ibu empat anak ini, hanya bisa pasrah. Ia harus disuapi makan, meskipun sesekali berusaha memegang sendok sendiri. Minum pun ia lakukan dengan sedotan. Semua ini terjadi setelah prosedur medis yang seharusnya menyelamatkan nyawanya dan bayinya, justru mengakibatkan tragedi.

Ratih mengingat dengan jelas saat operasi. Meskipun telah dibius, ia merasakan sakit luar biasa saat perutnya dibedah. Ia bahkan mengaku masih bisa menggerakkan kaki dan menyadari sepenuhnya apa yang terjadi. “Saya teriak, bilang sakit, tapi tetap dibedah,” kenangnya pilu.

Kronologi Kejadian dan Kondisi Kesehatan Ratih

Awalnya, Ratih datang ke RSUD Kota Bekasi karena ketuban pecah. Setelah pemeriksaan dan USG, ia langsung disarankan operasi caesar dan setuju menjalani sterilisasi. Namun, proses operasi tidak berjalan lancar seperti yang diharapkan.

Setelah melahirkan, kondisi Ratih memburuk. Ia semakin lemas, kesulitan berdiri, hingga akhirnya lumpuh total. Diagnosa dokter menyatakan Ratih menderita TB tulang.

Aktivitas sehari-hari menjadi sangat terbatas. Ia bahkan membutuhkan bantuan untuk berganti posisi atau pergi ke kamar mandi. “Jalan sedikit saja harus dipapah, sekarang sudah tidak bisa sama sekali,” ujarnya lirih.

Dampak Berat dan Harapan Keadilan

Sebagai tulang punggung keluarga, kondisi Ratih membuat keluarganya jatuh dalam kesulitan. Suaminya, yang dinikahi secara siri, memilih pergi sejak Februari 2025. Ia merasa ditinggalkan saat paling membutuhkan.

Meskipun RSUD Kota Bekasi masih memberikan pengobatan, Ratih merasa belum mendapatkan pengawasan yang memadai. Dokter saraf bahkan mengatakan peluang kesembuhannya hanya 50 persen. “Kalau setahun baru pulih, bagaimana nasib anak-anak saya?” tanyanya dengan raut wajah penuh keputusasaan.

Ratih berharap ada keadilan. Ia ingin pihak rumah sakit bertanggung jawab, tidak hanya untuk kesembuhannya, tetapi juga masa depan keempat anaknya yang kini terancam. Ia meminta agar kasusnya tidak dianggap biasa, mengingat dampaknya yang begitu besar bagi keluarganya.

Keempat anaknya kini putus sekolah, dan masa depan mereka menjadi tanda tanya besar. Ratih berharap ada pihak yang peduli dan membantu meringankan bebannya. Lebih dari itu, ia menginginkan keadilan atas apa yang telah dialaminya.

Kisah Ratih menjadi pengingat penting tentang pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam pelayanan kesehatan. Harapannya, kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button